Minggu, 26 September 2010

DENOMINASI RUPIAH

REIKHA CASRIANTI PONTIANI 
MP.A
010600031 



   
PENGERTIAN DENOMINASI RUPIAH

Pengertian Harga Mata Uang Yang Hanya Dikaitkan Dengan Soal Nilai Nominal Atau Dengan Soal Denominasi Itu Dapat Saja Diterima Sebagai Kenyataan Yang Sah Secara Konstitusional Dengan Demikian Ada Beberapa Pola Pemahaman Terhadap Artinya Redenominasi Nilai Mata Uang Rupiah Yang Akan Diterapkan Itu Haruslah Ditetapkan Dengan Undangundang Dengan Pengertian Bahwa Yang Dimaksud Dengan Harga Mata Uang Itu Tidak Hanya Kurs Tetapi Juga Denominasinya
Redenominasi Adalah Menyederhanakan Denominasi Pecahan Mata Uang Menjadi Pecahan Lebih Sedikit Dengan Cara Mengurangi Digit Angka Nol Tanpa Mengurangi Nilai Mata Uang Tersebut Semisal Terjadi Redenominasi Hatta Menegaskan Wacana Redenominasi Rupiah Masih Memerlukan Kajian Dan Membutuhkan Waktu Yang Panjang Untuk Sosialisasi Saya Tidak Mau Berpolemik Soal Itu Tidak Ada Agenda Pemerintah Maupun Program Yang Dibahas Dengan BI Soal ItuKalau Ini Jadi Wacana Di BI.
Sementara Redenominasi Adalah Penyederhanaan Denominasi Mata Uang Menjadi Pecahan Lebih Sedikit Dengan Cara Mengurangi Digit Angka Nol Tanpa Mengurangi Nilai Mata Uang Tersebut Misal Rp 1000 Menjadi Rp 1 Sedangkan Uang Kertas Lira Turki Memiliki Pecahan Mulai Dari 1 Juta Lira Hingga 10 Juta Lira Penerapan Redenominasi Hanyalah Akan Menghancurkan Kepercayaan Dunia Terhadap Rupiah Jadi Sebaiknya Pemerintah Tidak Gegabah Menerapkan Kebijakan Redenominasi 

Denominasi Rupiah
Isu denominasi rupiah yang beredar belakangan ini cukup menarik perhatian masyarakat. Keresahan cukup wajar karena masyarakat teringat pemotongan nilai uang dizaman Bung Karno (1959) dimana inflasi mencapai 635,5%!. Lebih banyak tanggapan kuatir akan dampak ‘pemotongan’ nilai rupiah, terutama bagi kalangan masyarakat kecil. Nah, saat berbicara denominasi lalu dikaitkan dengan pemotongan nilai rupiah, mungkin telah sedikit salah jalan dalam dialog alias gak nyambung. Denominasi bukanlah sanering.


Beda Denominasi dan Sanering
Denominasi lebih berupa penyederhanaan penyebutan satuan atau nilai mata uang dengan mengurangi jumlah digit. Jadi jumlah digit dikurangi tetapi NILAI atau DAYA BELI uang tidak berubah. Sedikit membingungkan? Gak juga.  Ambil contoh misalnya -sesuai isu yang beredar saat ini- nilai Rp1.000 akan disederhanakan menjadi Rp1. Bagaimana dengan nilai barang? Tidak ada masalah. Ambil contoh, sekaleng coca cola saat ini harganya Rp5.000. Setelah denominasi, harganya disesuaikan menjadi Rp5. Jadi nilai riil atau daya beli uang pada dasarnya tidak berubah.
Lain halnya dengan sanering. Sanering merupakan pemotongan NILAI atau DAYA BELI uang.  Sanering biasa dilakukan oleh negara dengan perekonomian kacau, tidak stabil yang ditandai dengan inflasi yang tinggi. Inflasi yang tinggi menjadikan uang tidak bernilai, karenanya perlu dipotong nilainya. Bila sanering diberlakukan dengan ketentuan Rp1.000 nilainya dipotong menjadi hanya Rp1, maka sekaleng coca cola bukannya menjadi Rp5, tetapi harganya tetap Rp5.000. Bisa dibayangkan betapa ‘hebohnya’ pengaruh sanering bila diberlakukan.

Untung Ruginya
Lalu apa untungnya denominasi? Saya sih melihatnya lebih ke penyederhanaan yang memudahkan. Seorang akunting tidak perlu menulis angka nol berderet-deret. Angka-angka transaksi saat ini semakin besar seiring kenaikan harga-harga. Hampir semua barang (apalagi kalo beli banyak) pasti ngomong jutaan. Alangkah sederhananya bila cukup menulis beberapa ribu rupiah saja..
Saat membawa duit beberapa juta saja, kantong langsung gembul. Kalau puluhan juta, mesti pakai tas atau kantong plastik. Mungkin lebih enak kalau mau ke bank menabung Rp5 juta, tetapi setelah denominasi, cukup bawa uang 5 ribu rupiah… Ke mall mau beli hape harga 3 jutaan, cukup bawa uang 3 ribuan rupiah… Lebih nyaman kan?
Dalam skala lebih besar, anggaran negara kita sudah menembus angka ribuan trilyun rupiah… Dalam beberapa tahun mendatang angka-angka tersebut akan terus  membesar sampai kalkulator tidak sanggup memuatnya. Angka-angka itu dirinci lagi dalam ratusan pos pada ribuan satuan kerja (institusi) negara, dengan komplikasi perhitungan dan pelaporannya…betapa merepotkannya menulis nol yang berderet-deret… Lagipula, apakah angka trilyun betul-betul sudah bermakna trilyun, jangan-jangan hanya menyesatkan dan dibesar-besarkan.
Sisi psikologis juga berbicara dalam hal ini. Bagi negara-negara yang pernah mengalami krisis ekonomi berat sehingga inflasi membubung (nilai uang jatuh), denominasi yang dilakukan dengan baik dapat membawa arti pembaharuan. Mata uang dengan digit yang lebih sedikit menandai akhir trauma ekonomi dan memulai langkah yang baru, lebih sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Contoh yang paling sering diangkat belakangan ini adalah keberhasilan Turki dalam proses denominasi. Waktu itu 1 US Dollar kurang lebih sama dengan 1 juta Lira (saat ini Indonesia Rp9000-an).

Lalu ada yang komentar tentang kesulitan yang mungkin dihadapi masyarakat kecil, dimana nilai uang Rp50 sekalipun masih sangat berarti. Sepanjang isu denominasi dan bukan sanering, hal tersebut tidak perlu dikuatirkan. Bila denominasi sungguh terjadi, pasti akan muncul nilai ‘sen rupiah’ untuk mendukung masyarakat yang bertransaksi barang pada nilai yang lebih kecil.
Kekuatiran umum yang muncul dari ide ini adalah ketidaksiapan masyarakat dalam transisi mata uang. Tetapi pihak Bank Indonesia mengatakan bahwa transisi ini kemungkinan berlangsung selama 10 tahun dengan tahapan-tahapan yang direncanakan dengan baik.
Masalah lainnya adalah biaya pengadaan mata uang baru diikuti penarikan mata. Tentu ini memerlukan biaya besar. Lalu perubahan label harga-harga barang di seluruh toko, mall, ataupun supermarket. Tentu ini menimbulkan cost tersendiri. Akan tetapi bila suatu kebijakan dilakukan dengan motivasi yang positip, disampaikan dengan baik, pastilah akan berjalan dengan baik pula. Lagipula, tidak ada kebijakan yang selalu dapat memuaskan semua pihak bukan?



PRO dan KONTRA denominasi rupiah





Pemerintah RI mulai 18 Mei 2010, mengumpulkan dana untuk memodali proyek bernama Denominasi Rupiah, yaitu memangkas tiga nol angka dalam nominal rupiah, atau yang dulu dikenal sebagai Sanering Rupiah. Rp 1.000,- akan menjadi Rp 1,-

Mengapa Hal ini bisa Terpikirkan oleh pemerintah?
Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia setelah Vietnam. Uang pecahan terbesar di tanah air Rp 100.000, hanya kalah oleh dong Vietnam (VND) 500.000. Menurut pemerintah, hal ini juga berhubungan dengan citra Indonesia di mata internasional.

Alasan PRO:
1. Menaikkan citra bangsa karena memiliki nilai mata uang yang terlihat kuat.

2. Mempermudah kelancaran transaksi.
Dengan besarnya nilai mata uang akan menyulitkan penanganan uang. Seperti transksi di kasir. Susahnya memperhitungkan uang kembalian dan uang yang menumpuk setiap harinya. Repotnya pencatatan akuntansi dan pemberian label harga.

3. Negara-negara yang berhasil antara lain, Polandia, Argentina, Brazil, Turki, Romania

Alasan KONTRA:
1. Biaya yang akan sangat mahal dan waktu yang lama

2. Pembiayaan akan dilakukan dengan mengeluarkan SUN (Surat Utang Negara).

3. Indonesia masih belum siap baik secara kekuatan finansial dan mental masyarakat.

4. Contoh negara yang gagal melakukan denominasi mata uang dengan baik adalah Rusia dan Afghanistan. Rusia mengalami inflasi yang sangat tinggi hingga 87,5% pada tahun 1999. Sedangkan yang terjadi di Afghanistan adalah karena mental masyarakat yang belum siap akan denominasi. Masyarakat Afghanistan berbondong-bondong menukarkan uangnya dengan dollar amerika sehingga nilai mata uang afghanistan sangat jatuh.

5. Masyarakat menengah ke bawah masih banyak melakukan transaksi dengan nominal di bawah Rp. 1.000,- terutama di pedesaan dan pedalaman.

6. Dengan memakai SUN untuk memodali proyek denominasi ini akan semakin menmbah hutang negara.

7. Citra buruk dengan semakin meningkatnya ketergantungan negara dengan hutang negara asing.

8. Masih banyak “PR” yang harus dikerjakan pemerintah dalam memperbaiki keuangan negara. Antara lain:
  • Jauhnya rentang antara suku bunga pinjaman dengan suku bunga tabungan. Tingkat bunga pinjaman yang tinggi mempersulit sektor riil untuk bisa lebih berkembang.
  • Banyaknya uang panas “hot money”. Terlebih lagi nilai dari hot money tersebut lebih banyak daripada cadangan devisa negara.
  • Bank-bank asing mendominasi sektor peminjaman terhadap masyarakat.
  • Hutang pemerintah yang terus melambung hingga Rp 1.878 triliun.


PENDAPAT atau KESIMPULAN


menurut saya dulu itu bukan redenominasi tapi sanering alias pemotongan nilai uang karena inflasi terlalu tinggi
penyebab inflasi tinggi salah satunya adalah terlalu banyak uang yang beredar, atau daya beli masyarakat tinggi (lebih konsumtif)
makanya sesuai hukum supply demand, demand tinggi supply tetap maka harga naik
sanering sama denominasi beda tapi kalo denominasi itu cuman angka nol nya yang berkurang tapi nilai uang cenderung
dan tidak masalah dengan denominasinya yang bikin masalah itu adalah kenapa mata uang kita selalu terjadi inflasi,dan  biar mata uang kita itu tidak di anggap murah dengan negera lain juga dan tidak menjadi masalah dengan nilai ekonomi dengan sosialnya juga. nilai mata uang yang sekarang pun sangat berbeda dengan yang dulu tetapi nilai uangnya yang sama sedangkan nominalnya saja yang berubah, sebenernya denominasi itu apa yah ??? sebuah mata uang yang seperti apa dan bagaimana.